IDEOLOGY OF EDUCATION
1.
Radical
Radikalisme (dari
bahasa latin radix yang
berarti "akar") adalah istilah yang digunakan pada akhir abad ke-18
untuk pendukung Gerakan Radikal.
Dalam sejarah, gerakan yang dimulai di Britania Raya ini
meminta reformasi sistem pemilihan secara radikal. Gerakan ini awalnya
menyatakan dirinya sebagai partai kiri jauh yang
menentang partai kanan jauh. Begitu "radikalisme" historis mulai terserap
dalam perkembangan liberalisme politik, pada
abad ke-19 makna istilah radikal di Britania Raya dan Eropa daratan berubah menjadi ideologi liberal yang
progresif.
Menurut Encyclopædia
Britannica, kata
"radikal" dalam konteks politik pertama kali digunakan oleh Charles
James Fox. Pada tahun 1797, ia
mendeklarasikan "reformasi radikal" sistem pemilihan, sehingga
istilah ini digunakan untuk mengidentifikasi pergerakan yang mendukung
reformasi parlemen.
Radikalisme
secara umum dipahami sebagai suatu gerakan sosial yang mengarah pada hal-hal
yang negatif. Setidaknya persepsi itu yang dikonsepkan oleh Lukman Hakim, Wakil
Kepala LIPI, dalam pengantar buku Islam dan Radikalisme di Indonesia.
Dari persepsi seperti itu, maka muncul istilah ekstrem, anti Barat, anti
Amerika, dan teroris.
Dari
perspektif bahasa, sebenarnya radikal jauh berbeda dengan teroris. Sebab,
radikal adalah proses secara sungguh-sungguh untuk melatih keberhasilan atau
cita-cita yang dilakukan dengan cara-cara yang positif. Sementara itu,
terorisme berasal dari kata teror yang bermakna menakut-nakuti pihak lain. Oleh
sebab itu, teror selalu dilakukan dengan cara-cara negatif dan menakutkan pihak
lain.
Bentuk radikalisme dalam pendidikan tidak semuanya berupa aksi
kekerasan, tetapi juga dapat diwujukan dalam bentuk ucapan dan sikap yang berpotensi
melahirkan kekerasan yang tidak sesuai dengan norma-norma pendidikan. Sikap
yang berpotensi melahirlan kekerasan tersebut berimplikasi kepada munculnya
situasi dan kondisi sekolah yang tidak menyenangkan bagi siswa dalam belajar.
Peran atau fungsi sekolah yang memiliki fitrah membimbing, mengarahkan siswa,
tempat bermain dan belajar anak anak sekarang sudah berubah atau bergeser
menjadi lembaga yang menakutkan, mencemaskan, menegangkan, bahkan menyiksa
lahir dan batin para siswa. Mengapa demikian? Karena orientasi pendidikan sudah
berkurang yang awalnya sebagai bagian dari proses penyadaran menjadi proses
pemaksaan dalam mengetahui, memahami dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
2.
Conservative
Menurut John Dewey paham Konservatif mengemukakan pendidikan adalah
sebagai suatu pembentukan terhadap pribadi anak tanpa memperhatikan
kekuatan-kekuatan atau potensi-potensi yang ada dalam diri anak. Pendidikan
akan menentukan segalanya. Dalam artian pendidikan merupakan suatu proses
pembentukan jiwa dari luar dimana mata pelajaran telah ditentukan menurut
kemauan pendidik, sehingga anak tinggal menerima saja.
Dalam padangan ideologi
konservatif ini memandang bahwa ketidaksederajatan masyarakat merupakan sesuatu
yang alami, sesuatu hal yang sangat mustahil untuk kita hindari. Perubahan
dalam faham ini merupakan sesuatu hal yang tidak perlu diperjuangkan karena
faham ini percaya bahwa perubahan akan menciptakan sebuah kesengsaraan baru.
Mereka yang miskin, buta
huruf dan menderita merupakan kodrat ilahi dan kesalahan mereka sendiri karena
tidak bisa merubah dirinya sendiri. Orang miskin harus bersabar dan belajar
menunggu nasib sampai giliran mereka datang, karena pada akhirnya semua oang
akan menacapai kebebasan dan kebahagian. Sehingga dalam kaum konservatif selalu
menjunjung tinggi harmoni serta menghindarikonflik
Pandangan pendidikan konservatif tentang hakikat
manusia menurut filsafat pandidikan konsevatif, mausia hanya menduduki posisi
sebagai objek pasif. Manusia dipandang sebagai objek dari kebijakan Tuhan
sehingga dia tidak memiliki daya upaya untuk merubah nasib hidupnya. Apa yang
telah dirasakan apa yang telah dijalani, dan apa yang menjadi miliknya maka
itulah yag terbaik bagi mereka, inilah karakter aliran filsafat perenialis itu.
Manusia konservatif tidak mampu membaca relasi-relasi sosial yang mempengaruhi
nasib hidupnya, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Dia tidak bisa
membantah kondisi sosial atau nasibnya disebabkan keyakinan yang fatalistik.
Dalam diri manusia konservatif meyakini bahwa nasib, perbuatan baik maupun
buruk, adalah ketetapan (takdir) dari Tuhan.
3.
Liberal
Liberalisme berasal
dari bahasa latin yaitu dari kata “liberalis” yang berarti bebas, merdeka, tak
terikat dan tak tergantung. Lahirnya liberalisme untuk pertama
kalinya dikobarkan oleh kaum Borjuis, Prancis pada abad ke-18 sebagai reaksi
protes terhada kepincangan yang telah berakar lama di Prancis. Sebagai akibat
warisan sejarah masa lampau di Prancis yang memisahkan dan membedakan hak dan
kewajiban antar golongan. Ada tiga hal yang mendasar dari
Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (life, liberty
and property).
Ideologi ini
mementingkan kebebasan perseorangan. Dalam ajaran liberalisme manusia pada
hakikatnya adalah mahluk individu yang bebas, pribadi yang utuh dan lengkap
serta terlepas dari manusia lainnya sehingga keberadaan individu lebih penting
dari masyarakat.
Paradigma
ideologi pendidikan liberal dapat diartikan sebagai model dalam teori ilmu
pengetahuan yaitu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat yang sesuai dengan paham, teori dan tujuan yang
merupakan satu program sosial politik yang bebas berpandangan luas dan terbuka. Paradigma
Liberal, berangkat dari keyakinan bahwa tidak ada masalah dalam sistem yang
berlaku ditengah masyarakat, masalahnya terletak pada mentalitas, kreativitas,
motivasi, ketrampilan teknis, serta kecerdasan anak didik. Paradigma pendidikan
liberal kemudian menimbulkan suatu kesadaran, yang dengan meminjam istilah
Freire (1970) disebut sebagai kesadaran naïf. Keadaan yang dikategorikan dalam
kesadaran ini adalah lebih melihat `aspek manusia` menjadi akar penyebab
masalah masyarakat. Dalam kesadaran ini 'masalah etika, kreativitas, 'need for achevement' dianggap sebagai
penentu perubahan sosial. Kaum liberal menganalisa, mengapa suatu masyarakat
miskin, dikarenakan kesalahan masyarakat itu sendiri, yakni mereka tidak
memiliki jiwa kewiraswastaan atau tidak memiliki budaya membangun. Oleh karena
itu, man power development adalah
sesuatu yang diharapkan akan menjadi pemicu perubahan (Fakih 2008: vii).
Tokoh-tokoh ideologi Liberalisme
yaitu John
Locke (1632 – 1704) dan Adam Simth (1723-1790)
4.
Humanist
Humanisme adalah
sebuah pemikiran filsafat yang mengedepankan nilai dan kedudukan manusia serta
menjadikannya sebagai kriteria dalam segala hal. Humanisme telah menjadi
sejenis doktrin beretika yang
cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan
dengan sistem-sistem beretika tradisonal yang hanya berlaku bagi
kelompok-kelompok etnis tertentu.
Humanisme modern dibagi kepada dua
aliran. Humanisme keagamaan/religi berakar
dari tradisi Renaisans-Pencerahan dan diikuti banyak seniman, umat Kristen garis
tengah, dan para cendekiawan dalam kesenian bebas. Pandangan mereka biasanya
terfokus pada martabat dan kebudiluhuran dari keberhasilan serta kemungkinan
yang dihasilkan umat manusia.
Humanisme sekuler mencerminkan
bangkitnya globalisme, teknologi,
dan jatuhnya kekuasaan agama. Humanisme sekuler juga percaya pada martabat dan
nilai seseorang dan kemampuan untuk memperoleh kesadaran diri melalui logika.
Orang-orang yang masuk dalam kategori ini menganggap bahwa mereka merupakan
jawaban atas perlunya sebuah filsafat umum yang tidak dibatasi perbedaan
kebudayaan yang diakibatkan adat-istiadat dan agama setempat.
Istilah humanisme ini ada sejak abad 20 yang
pada awalnya digunakan dalam dunia psikologi saja. Salah satu tokoh yang sangat
berperan atas lahirnya teori humanisme adalah Arthur Combs, yang menyatakan
bahwa “apabila kita ingin memahami perilaku orang lain, maka kita harus mencoba
memahami dunia persepsi orang itu”.
Seperti yang telah dikatakan Arthur Combs,
kita dapat mengambil contoh kasus di sekolah. Di sekolah tentu saja ada dua
macam tipe siswa yang memiliki persepsi belajar berbeda. Yang pertama adalah
siswa yang mampu mengikuti pembelajaran sesuai apa yang telah diperintahkan oleh
guru. Yang kedua adalah siswa yang memiliki persepsi pembelajaran yang berbeda
dengan guru, siswa tersebut memilih untuk tidak terikat dengan pendapat orang
lain yang mengatur pribadinya sendiri. Teori humanisme tersebut patut
diterapkan untuk siswa yang memiliki tipe kedua. Sebagai contoh penerapan
humanisme dalam pendidikan yaitu Confluent Education, Open Education dan
Cooperative Education. Confluent Education adalah cara melibatkan para siswa
secara pribadi di dalam pembelajaran tersebut.
Adapun
tokoh-tokoh Humanis terkenal yaitu: Arthur Combs, Abraham
Maslow, Albert Einstein, Bertrand
Russell, Carl Rogers, Carl Sagan,
Cicero.
5.
Progressive
Secara
ideologi, progresivisme sangat sesuai dengan aliran liberalism, baik dalam
bentuk klasik atau modern. Aliran liberalisme menekankan pada hak-hak individu
dan kebebasan untuk menentukan pendidikan, sedangkan progresivisme menekankan
pada individualism anak. Kebebasan untuk mendapatkan dan menguji ide-ide,
dijelaskan oleh tokoh liberalism seperti John Stuart Mill, yang juga diamini
oleh aliran progresivisme
Progresivisme
menolak filsafat tradisional seperti idealism, realism, dan thomisme dan teori
mereka tentang realitas anteseden, kategori hirarkis, dan masalah subyek. Perlu
ditekankan bahwa kaum idealis menekankan pada pertumbuhan anak, tergambarkan
pada sekolah taman kanak-kanak Froebel, sebagai contoh pengaruh progresivisme
Sebagai
sebuah teori pendidikan, progresivisme berakar pada filsafat naturalist dan
pragmatisme. Tokoh naturalis seperti Rousseau, progresifis meminjam doktrin
Rousseau yang menyatakan anak harus dibebaskan dalam mengembangkan minat dan
kebutuhannya. Dari pandangan inilah progresivis mengembangkan pendidikan yang
berpusat pada anak. Sebagian progresivis dipengaruhi oleh aliran naturalis,
sebagian yang lain merumuskan rasionalisasi pendidikan berdasarkan aliran
pragmatism atau ekperimentalisme dari John Dewey. Bahwa anak harus dibebaskan
dari tekanan dan kondisi sekolah yang memaksa, mereka tidak setuju jikalau
pendidikan dianggap sebagai sebuah kekuatan sosial. Mereka percaya bahwa
kecerdasan manusia dibentuk dari interaksi sosial.
Guru
yang progresif Adalah guru yang memiliki temperamen, pengajaran dan teknik
khusus yang berbeda dari guru sekolah tradisional. Harus menguasai isi dan
metode ilmu yang diajarkannya bukan hanya sekedar presentasi kronologis di
dalam kelas. Harus mengetahui bagaimana menstimulasi siswa, sehingga guru ini
harus mampu memulai, merencanakan dan menggagas proyek yang dilakukan siswa.
Belajar dipusatkan pada partisipasi kelompok.
Tokoh-tokoh aliran Progresivisme adalah
Willian James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), dan Hans Vaihinger
(1852-1933)
6.
Sosialist
Istilah
ini mulai digunakan sejak awal abad ke-19. Dalam bahasa
Inggris, istilah ini digunakan pertama kali untuk menyebut
pengikut Robert Owen pada tahun 1827.
Di Perancis,
istilah ini mengacu pada para pengikut doktrin Saint-Simon pada
tahun 1832 yang
dipopulerkan oleh Pierre Leroux dan J. Regnauddalam l'Encyclopédie
Nouvelle. Penggunaan istilah sosialisme sering
digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda-beda oleh berbagai kelompok,
tetapi hampir semua sepakat bahwa istilah ini berawal dari pergolakan kaum
buruh industri dan buruh tani pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20
berdasarkan prinsip solidaritas dan memperjuangkan masyarakat egalitarian yang
dengan sistem ekonomi menurut
mereka dapat melayani masyarakat banyak daripada hanya segelintir elite.
Sosialisme
adalah rasa perhatian, simpati dan empati antar individu kepada individu
lainnya tanpa memandang status. Menurut salah satu penganut cabang Ideologi ini, Marxisme,
terutama Friedrich Engels,
model dan gagasan sosialis dapat dirunut hingga ke awal sejarah manusia dari
sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial. Pada masa pencerahan abad ke-18,
para pemikir dan penulis revolusioner seperti Marquis de Condorcet, Voltaire, Rousseau, Diderot,
Abbé de Mably, dan Morelly, mengekspresikan ketidakpuasan mereka atas berbagai
lapisan masyarakat di Perancis.
7.
Democracy
Kata
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani dēmokratía yang berarti “kekuasaan rakyat” yang
terbentuk dari kata dêmos yang berarti “rakyat” dan kratos yang
berarti “kekuatan” atau “kekuasaan” pada abad ke-5 SM untuk menyebut sistem politik negara-kota Yunani, salah
satunya Athena; kata ini merupakan antonim dari aristocratie
yang artinya "kekuasaan elit".
Kata demokrasi pertama muncul pada mazhab
politik dan filsafat Yunani kuno di negara-kota Athena. Dipimpin
oleh Cleisthenes, warga Athena
mendirikan negara yang umum dianggap sebagai negara demokrasi pertama pada
tahun 508-507 SM. Cleisthenes disebut sebagai “bapak demokrasi
Athena”.
Demokrasi Athena berbentuk demokrasi langsung dan memiliki dua ciri
utama: pemilihan acak warga
biasa untuk mengisi jabatan administratif dan yudisial di
pemerintahan, dan majelis legislatif yang terdiri dari semua warga Athena. Semua
warga negara yang memenuhi ketentuan boleh berbicara dan memberi suara di
majelis, sehingga tercipta hukum di negara-kota tersebut. Akan tetapi,
kewarganegaraan Athena tidak mencakup wanita, budak, orang asing, non-pemilik
tanah, dan pria di bawah usia 20 tahun.
Demokrasi pendidikan merupakan suatu sistem yang
mengutamakan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi setiap warga
negara dalam pendidikan.Peranan pendidikan dalam kehidupan kenegaraan akan
banyak memberikan dimensi pembangunan karakter bangsa (nations character
building). Aktualisasi karakter masyarakat dapat membentuk nilai-nilai budaya
yang tumbuh pada komunitas lingkungan sosial-politik, baik dalam bentuk
berpikir, berinisiatif, dan aneka ragam hak asasi manusia. Dengan demikian,
pendidikan senantiasa melahirkan tata nilai kehidupan masyarakat dalam sistem
kenegaraanyang di anut oleh suatu pemerintahan.
Demokrasi pendidikan bukan hanya sekedar prosedur, tetapi
juga nilai-nilai pengakuan dalam kehormatan dan martabat manusia. Dalam hal ini
melalui upaya demokrasi pendidikan diharapkan mampu mendorong munculnya
individu yang kreatif, kritis, dan produktif tanpa harus mengorbankan martabat
dan dirinya.
Komentar
Posting Komentar